Sabtu, 19 Juli 2014

Reaktualisasi Visi Masjid Mujahidin


Reaktualisasi Visi Masjid Mujahidin
(Diintikan dari hasil perbincangan dengan Ust. Hasyim Yahya, Ketua Umum Yayasan Masjid Mujahidin pada hari Senin  dan Jumat/tanggal 09 dan 14 Ramadhan 1435 oleh Abdul Hakim Thohir,Lc,MBA)
Tanpa mengurangi penghargaan kepada para pendiri dan pengurus terdahulu Masjid Mujahidin yang berlokasi di Jalan Perak Barat Nomer 275 Surabaya - semoga Allah membalas kebaikan mereka, mengampuni dan merahmati mereka -, penamaannya dengan menggunakan kata MUJAHIDIN perlu direaktualisasikan visinya sesuai dengan pengertian faktual jihad dalam Islam.
Diantara pemahaman yang hilang dari ummat Islam masa kini adalah pemahaman kata  jihad. Kata jihad sebagaimana diamalkan para mujahid yang mencari kesyahidan menjadi monster bagi mayoritas dari ummat Islam, karena jauhnya mereka dari ibadah jihad, meninggalkan dakwah kepada jihad, dominasi golongan sekuler terhadap mereka; sehingga hilanglah pemahaman al-walaa' wa al-baraa' (siapa kawan dan siapa lawan), kawan dijadikan lawan dan lawan dijadikan kawan. Padahal  al-walaa' wa al-baraa' adalah bagian terpadu dari tauhid uluhiyah yang terkandung dalam kalimat LAA ILAAHA ILLALLAH.
Ditambah lagi dengan dominasi golongan sekuler yang berkepanjangan dari generasi ke generasi menjadi legitimasi bahwa sekularisme adalah benar, sebagaimana papatah bahasa Arab yang artinya, "Sesuatu apabila berulang-ulang maka dia menjadi ketetapan (yang dianggap bahkan diyakini benar)". Mereka melancarkan perang urat syaraf bahwa jihad adalah kejahatan dan kekerasan yang bertentangan dengan Islam sebagai rahmatan lil'aalamiin. Akibatnya, mayoritas ummat Islam menderita misunderstanding syndrome terhadap ibadah jihad sebagai ibadah yang sama dengan shalat, zakat, puasa dan sebagainya. Para pengamal ibadah jihad dituduh teroris, khawarij, menyimpang dari aqidah ahlus-sunnah wal-jamaah dan seterusnya.
Akibat misunderstanding syndrome ini dan agar kata jihad tetap diterima, dicarilah definisi jihad yang melemahkan dan bahkan memurtadkan ummat Islam, bahwa jihad itu artinya bersungguh-sungguh. Jihadnya siswa adalah belajar sungguh-sungguh supaya lulus jadi juara. Jihadnya guru adalah mengajar dan mendidik dengan sungguh-sungguh untuk menghasilkan kader-kader bangsa yang terbaik. Suami yang bersungguh-sungguh mencari nafkah untuk isterinya berarti dia berjihad. Isteri yang bersungguh-sungguh melayani suaminya berarti berjihad juga. Begitulah seterusnya.
Kalau penamaan mujahidin bagi masjid ini juga dimaksudkan seperti itu, maka masjid mujahidin berarti masjid mujahidiin khaainiin (masjid para mujahid pengkhianat). Tentu kita tidak mau disifati sebagai mujahidiin khaainiin. Karenanya mari kita bertaubat dan memperbaiki diri dengan cara mereaktualisasikan visi masjid mujahidin ini. Yaitu menjadikan masjid mujahidin sebagai wadah untuk membina kader-kader mujahidin fi sabilillah dalam rangka menegakkan tauhid uluhiyah terpadu berpedoman pada pemahaman as-salaf ash-salih. Ya, tauhid uluhiyah terpadu, bukan tauhid uluhiyah parsial. Tauhid yang untuknya Rasulullah saw diperintah agar memerangi  manusia (dalam arti membunuh karena beliau menggunakan kata uqaatil yang berarti aku memerangi dengan cara membunuh), sebagaimana maksud salah satu sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan Imam Bukhari didalam kitabnya 1/109 no. 392, " Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah..dst "
Dan sebagaimana pemahaman Khalifah I, Abu Bakar Ash-Shiddiq ketika beliau memutuskan untuk memerangi kaum murtaddin gara-gara mereka tidak mau membayar zakat (Lih.Shahih Bukhari : 1400). Inilah pemahaman salafi yang perlu dipertahankan dan dilindungi dari bid'ah-bid'ah pemahaman jihad yang mencuci otak ummat Islam dengan syubhat-syubhat beracun.
Jihadulkuffar, berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadits- setelah periode Mekkah adalah qitaal (perang dengan cara membunuh) orang-orang kafir harbi sampai mereka menyerah dengan cara masuk Islam atau menjadi kafir dzimmi (kafir yang dilindungi) dengan cara tunduk dan patuh terhadap aturan kemasyarakatan Islam dan membayar upeti.
Dalam kondisi status quo seperti sekarang ini, maka untuk melaksanakan ibadah jihad, umat Islam wajib memulainya dengan I'daad (persiapan) terlebih dahulu, sebagai pelaksanaan perintah Allah," Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan yang kalian sanggupi……" (QS Al-Anfal: 60)
Ya Rabb kami, kami telah menzalimi diri kami. Maka jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak mengasihani kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi (jadi penghuni neraka).